Ketika aku mandi, terlupakan sudah perasaan menggantung tadi,
meskipun kadang-kadang kalau secara tidak sengaja saat mandi, menyabuni
selangkanganku terasa begitu nyaman. Tiba-tiba saja rasa was-was muncul
di hatiku, jangan-jangan aku mengidap kelainan (maksudku ayahku kan
hampir 20 tahun lebih tua dariku, dan aku bernafsu padanya!). Atau
mungkin hanya karena 'itunya' Ayahku yang tampak mempesona apalagi aku
baru pertama kali merasakan kemaluan laki-laki (aku kehilangan perawan
ketika waktu aku masih kecil karena aku suka sekali naik sepeda dan aku
pernah jatuh dari sepeda sehingga hal ini merusak perawanku dan itu
mungkin kenapa aku tidak mengeluarkan darah perawan ketika berhubungan
dengan ayahku). Sampai suatu saat aku merasakan beberapa jemari meraba
payudara dan paha bagian dalamku. Aku segera tersadar tapi ayahku telah
merangkul anak kandungnya sendiri secara erat dari belakang. Entah
bagaimana aku telah berada di pangkuannya di atas toilet bowl. Pantatku
terasa sedang menduduki sesuatu yang keras.
Sementara tangan
satunya sedang mengelus bagian paha dalamku hanya sekian centimeter dari
area kemaluanku. "Pi.. jangan.. Tolong.. Pi!" Entah bagaimana
kedengarannya kalimatku tadi, bernada menolak atau malah terhanyut. Yang
pasti sentuhan di kedua titik tererotis dari tubuhku itu, seperti
mengalirkan daya penghanyut yang dahsyat. Jadi sementara sebagian akalku
menolak perbuatan papiku itu, seluruh tubuhku yang lain mulai terhanyut
total. Ketika dari bibirku keluar kalimat-kalimat penolakan dan
tanganku mulai bergerak memberontak, seluruh bagian yang tubuh yang lain
malah pasrah dan terutama pahaku yang mulai terasa kesemutan mengiringi
rasa seperti ingin kencing dari selangkanganku setiap kali jemari
papiku menyapu seluruh permukaan kemaluanku yang tertutup oleh bulu-bulu
pubic-ku yang banyak dan halus.
Akhirnya kira-kira seperempat
jam kemudian seluruh tubuhku hanyut luruh, bahkan dari bibirku keluar
suara mendesis dan rengekan manja setiap kali ayahku berbuat sesuatu di
bagian tubuhku tadi. Mungkin kelebihan dari mereka yang telah berumur
seperti ayahku di antaranya ialah kesabarannya dalam melakukan seluruh
proses hubungan intim, tidak asal ingin segera menyelipkan itunya saja
seperti kebanyakan anak-anak muda dan hal ini yang akhirnya membuat saya
menjadi tergila-gila bersenggama dengan orang yang berusia seperti
ayahku. Aku menyandarkan punggungku di atas dadanya. Sementara itu
terasa bagiku sebuah silinder panjang, keras dan hangat,
berdenyut-denyut di antara kedua bongkahan pantatku.
Ayahku
menghentikan aktivitasnya dan berbisik lagi, "Kita ke kamar saja ya!"
Beliau mendorongku berdiri dan merangkulku, terus menuntunku masuk ke
dalam kamarku yang letaknya bersebelahan kamar mandi itu. Aku seperti
tak berdaya mengikuti apa saja yang dilakukannya. Ada dorongan yang
sangat kuat mengalahkan segala energi penolakanku. Dibaringkannya aku
ditepi ranjang, separuh paha dan kakiku masih terjuntai di lantai
sehingga hanya punggung sampai pantat saja yang berbaring di ranjang.
Entah bagaimana rasanya laki-laki melihat seorang wanita telanjang bulat
dalam keadaan pasrah (siap disenggamai) berbaring dalam posisi seperti
posisiku saat itu? Yang pasti aku melihat Ayahku seperti tertegun
beberapa saat memandangiku. "Kamu memang sempurna anakku sayang." Aku
melihat beliau melepas kaos oblongnya sehingga dapat kulihat tubuh
ceking putih itu. Dalam keadaan seperti itu kulihat bahwa dari balik
celana pendeknya tampak kemaluannya sudah menegang terlihat dari
mencuatnya batangnya itu sehingga terlihat menonjol. Kemudian dibukanya
juga celana pendeknya itu sehingga terlihat ayunan batang panjang dan
besar itu tampak memerah kepalanya tegak mengacung ke depan di antara
kedua pahanya yang ceking.
"Pii.." aku bahkan tidak tahu
memanggilnya untuk apa. Sambil berlutut mendekatkan tubuhnya di antara
pahaku, ayahku berbisik, "Sstt.. kamu diam saja, nikmati saja!" katanya
sambil dengan kedua tangannya membuka pahaku sehingga selangkanganku
terkuak tepat menghadap pinggulnya karena ranjangnya itu tidak terlalu
tinggi. Itu juga berarti bahwa sekian saat lagi akan ada sesuatu yang
akan menempel di permukaan kemaluanku. Benar saja, aku merasakan sebuah
benda tumpul menempel tepat di permukaan kemaluanku. Tidak langsung
diselipkan di ujung lubangnya, tetapi hanya digesek-gesekkan di seluruh
permukaan bibirnya, membuat bibir-bibir kemaluanku terasa
monyong-monyong kesana kemari mengikuti arah gerakan kepala kemaluannya.
Tetapi pengaruh yang lebih besar ialah aku merasakan rasa nikmat yang
benar-benar bergerak cepat di sekujur tubuhku dimulai dari titik gesekan
itu. Beberapa saat ayahku melakukan itu, cukup untuk membuat tanganku
meraih tangannya dan pahaku terangkat menjepit pinggulnya. Aku
benar-benar menanti puncak permainannya.
Ayahku menghentikan
aktivitasnya itu dan menempelkan kepala kemaluannya tepat di antara
bibir labia mayora-ku dan terasa bagiku tepat di ambang lubang
kemaluanku. Aku benar-benar menanti tusukannya. Oh.. God.. please! Tidak
ada siksaan yang lebih membuat wanita menderita selain dalam kondisiku
itu. Yang wanita dan yang sudah pernah melakukan senggama dan
menikmatinya, pasti setuju, ya nggak! Akhirnya ayahku benar-benar
mendorongkan pinggulnya mendorong terkuaknya lubang kemaluanku oleh
batang kemaluannya. Sedikit demi sedikit aku merasakan terisinya ruangan
dalam liang kemaluanku. Aku benar-benar tergial ketika merasakan kepala
kemaluannya mulai melalui area G-spot-ku, diikuti oleh gesekan dari
urat-urat batangnya setelahnya. Aku hanya mengangkang merasakan desakan
pinggul ayahku membuka pahaku lebih lebar lagi. "Papi..!" lagi-lagi
hanya kata itu yang terucap dari bibirku. Sedikit bergetar aku ketika
mengucapkannya. Saat itu seluruh batang kemaluan ayahku telah amblas
masuk seluruhnya di dalam liang kemaluanku. Tanpa sengaja aku terkejang
seperti menahan kencing sehingga akibatnya seperti meremas batang
kemaluan ayahku.
Beliau bahkan belum lagi bergerak. "Aduhh..
Caroline sayang.. kamu.. hebat sekali!" Ayahku ikutan menegang, mungkin
akibat kejangan tadi. Beliau mencengkeramkan kedua tangannya di
pinggulku, terasa sedikit kukunya di ujung kulitku. Tapi itu hanya rasa
yang kecil saja dibandingkan apa yang terjadi tepat di tengah-tengah
tubuhku saat itu. Kakiku masih menjuntai di lantai karpet kamarnya itu.
Tanganku memegangi lengannya yang mencengkeram pinggulku. Aku
mencakarnya ketika beliau menarik kemaluannya dan belum sampai tiga
perempat panjangnya kemudian menghunjamkannya lagi dengan kuat. Aku
nyaris menjerit menahan lonjakan rasa nikmat yang disiramkannya secara
tiba-tiba itu.
Begitulah beberapa kali ayahku melakukan
hujaman-hujaman ke dalam liang terdalamku tersebut. Setiap kali hujaman
seperti menyiramkan rasa nikmat yang amat banyak ke tubuhku. Aku begitu
terangsang dan semakin terangsang seiring dengan semakin seringnya
permukaan dinding lubang kemaluanku menerima gesekan-gesekan dari
urat-urat batang kemaluan ayahku yang seperti akar-akar beringin yang
menjalar-jalar itu. Mungkin karena tenaganya yang mungkin sudah tidak
sekuat masa mudanya. Biasanya kalau orang bersenggama itu semakin lama
semakin cepat gerakannya, ayahku malah semakin melambat sampai pada
sebuah irama gerakan yang konstan tidak cepat dan tidak lambat. Tapi
anehnya justru bagiku aku semakin bisa merasakan setiap milimeter
permukaan kulit kemaluannya. Pada tahap ini, seperti sebuah tahap
ancang-ancang menuju ke sebuah ledakan yang hebat, aku merasakan pahaku
mulai seperti mati rasa seiring dengan semakin membengkaknya rasa nikmat
di area selangkanganku.
Aku mulai mengejang, kedua tanganku
meremas-remas lengannya sesekali mencakarnya, disertai jatuhnya tetesan
keringat di dada dan perutku. Aku mulai tidak terkontrol lagi, suaraku
terdengar keras sekali. Aku tak perduli lagi. Aku mulai secara tak sadar
seperti memerintah ayahku. "Cepatlah.. hh.. Papi.. Caroline sayang sama
Papii!" sambil berkata demikian aku bangkit dari berbaringku dan
menjepit pinggul ayahku dengan kedua pahaku sementara betisku kuangkat.
Aku meraih pinggul ayahku dan menggerak-gerakkannya secara kasar. Ayahku
seperti kedodoran menanganiku saat itu, beliau terengah-engah mengikuti
gerakan tanganku di pinggulnya. Tapi seperti kuceritakan di atas,
beliau luar biasa sekali saat itu. Bayangkan ini sudah hampir 20 menit,
beliau terus bergerak kontinyu sampai pada suatu titik, "Ahh.. Pii..
hh.." (aku tidak bisa bercerita lagi pada bagian ini, kakiku mengejang,
pinggulku terasa kesemutan rasa nikmat, nafasku memburu cepat, detak
jantungku terasa cepat sekali, sementara di bawah sana aku terus
merasakan gesekan-gesekan kuat dan mantap dari ayahku).
Ketika
usai, aku masih berbaring di ranjang tetap dengan posisi seperti tadi,
tapi kali ini lemas sekali. Lemas yang sangat melegakan tubuhku, seperti
separuh tubuhku telah menguap. Aku memandangi langit-langit dan masih
tetap belum bisa berpikir jernih. Tiba-tiba aku mendengar bisikan dan
sentuhan kulit basah di sampingku. "Caroline anakku, bantuin Papi ya..
menyelesaikan ini!" Aku melirik ke samping dan yang pertama kulihat
sebuah batang mengkilat yang tegak mengacung ke atas, separuh pangkalnya
tergenggam oleh tangan keriput ayahku. Beliau berbaring tepat di
sampingku dan kelihatannya masih belum ejakulasi. Gila apa ini? Ayahku
menarik tangan kiriku dan menggenggamkannya di batang kemaluannya itu
dan mengarahkannya untuk menggerak-gerakkan kocokan. Aku mengikuti saja,
tubuhku masih lemas sekali termasuk kedua tanganku. Jadi kugerakkan
saja sekuat tenaga tangan kiriku menggerak-gerakkan kocokan dengan
tangan kiri, pandanganku masih ke atas langit-langit. Aku tidak perduli,
pokoknya aku seperti menggerakkannya dengan cepat, hingga tak berapa
lama kemudian, aku merasakan raupan tangan di dadaku, dan beberapa saat
kemudian suara erangan disertai tetesan cairan hangat dan lengket di
perut dan seluruh dadaku. Sementara itu di telapak tangan kiriku aku
merasakan seperti pompaan-pompaan cepat dan kuat yang mengalir dengan
cepat dari dalam tubuh ayahku keluar dengan kuat dari ujung lubang
batang kemaluannya yang karena gerakanku mengocok, mengarahkan semprotan
ke atas dan jatuh di atas tubuhku. Sensasi dari rasa hangatnya aku
rasakan di seluruh kulit tubuhku, diperkuat dengan suara erangan tua
dari mulutnya.
Setelah ia klimaks, kami akhirnya sama-sama
tertidur dan saya tertidur di atas dadanya yang masih bidang, sungguh
pengalaman yang tidak terlupakan. Kami akhirnya selalu melakukan
perbuatan itu sampai sekarang apalagi mamiku masih berada di luar negeri
sekarang jadinya kita bebas melakukannya. Papi, jika papi baca ini,
Caroline sayang papi. Jika para pembaca ingin mengirimkan e-mailnya
kepadaku, silakan saja akan tetapi jika ingin berhubungan seks denganku,
sebaiknya lupakan saja karena aku tidak akan pernah membalas e-mail
Anda. Tetapi, jika Anda berusia di atas 35 tahun ke atas, aku akan
senang hati berhubungan seks dengan Anda.
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar